Al-‘Aqila Dalam
Asuransi Syariah
(Sumber:
www.syakirsula.com)
Sebenarnya konsep
asuransi Islam bukanlah hal baru, karena sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW
yang disebut dengan Aqilah. Bahkan menurut Thomas Patrick [1]dalam bukunya
Dictionary of Islam, hal ini sudah menjadi kebiasaan suku Arab sejak zaman dulu
bahwa, jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku
lain lain, pewaris korban akan dibayar sejumlah uang darah (diyat) sebagai
kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat pembunuh
tersebut yang disebut Aqilah, harus membayar uang darah atas nama pembunuh.
Menurut Dr. Muhammad
Muhsin Khan[2],kata Aqilah berarti Asabah yang menunjukkan hubungan ayah dengan
pembunuh. Oleh karena itu, ide pokok dari Aqilah adalah suku Arab zaman dulu
harus siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk
membayar pewaris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan sama
dengan premi praktek asuransi sementara kompensasi yang dibayar berdasarkan
al-Aqilah mungkin sama dengan nilai pertanggungan dalam praktek asuransi
sekarang, karena itu merupakan bentuk perlindungan finansial untuk pewaris
terhadap kematian yang tidak diharapkan dari sang korban.
Pada perkembangan
selanjutnya, kata Syaekh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, dengan
datangnya Islam,sistem Aqilah diterima oleh Rasulullah SAW menjadi bagian dari
hukum Islam [3] hal tersebut dapat dilihat pada hadits Nabi dalam pertengkaran
antara dua wanita dari suku Husail
“Diriwayatkan oleh Abu
Hanifah yang mengatakan: pernah dua wanita dari suku Huzail bertikai ketika
seorang dari mereka memukul yang lain dengan batu yang mengakibatkan kematian wanita itu dan jabang
bayi dalam rahimnya. Pewaris korban membawa kejadian itu ke pengadilan Nabi
Muhammad SAW yang memberikan keputusan bahwa kompensasi bagi pembunuh anak bayi
adalah membebaskan seorang budak laki-laki atau perempuan sedangkan kompensasi
atas membunuh wanita adalah uang darah (diyat) yang harus dibayar oleh Aqilah
(saudara pihak ayah)[4]dari yang tertuduh.
Murtadha Mutahhari [5],
ketika menjelaskan tentang ad-Diyat `ala al-`Aqilahmengatakan. Anda mungkin
pernah mendengar ungkapan: Ad-Diyah `ala Al-`Aqilah yang merupakan ungkapan
yang sangat masyhur. Sebagian orang mengira bahwa kata `Aqilah berasal dari
kata `aql (akal), sehingga ungkapan itu diartikan denda yang dibebankan kepada orang yang
berakal (sudah dewasa). Padahal tidak demikian, melainkan `Aqilah merupakan
istilah tersendiri. Didalam bahasa Arab, di antara makna al`aql adalah denda
dan al `aqil adalah orang yang membayar denda. Dalam beberapa kasus Islam
membebankan denda asuransi kepada orang lain (bukan yang melakukan
pelanggaran). Namun didalam ad-Diyah, yang menjadi sebab adalah bukan
kesengajaan, melainkan karena kekeliruan. Apabila ad-Diyah itu disebabkan
kesengajaan, maka tidak ada asuransi yang memikul tanggung jawab ini. Karena
itu disyaratkan agar kerusakan itu tidak disebabkan kesengajaan. Di dalam
masalah ad-Diyah, para ulama mengatakan, “wajib membayar denda terhadap
sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan seperti pembunuhan atau melukai
karena kekeliruan atau kelalaian”.
MM Billah [6] dalam
disertasi doktornya mengatakan bahwa piagam (konstitusi ) Madinah, Konstitusi pertama didunia yang
dipersiapkan langsung oleh Nabi Muhammad
SAW setelah hijrah ke Madinah, didalam beberapa pasalnya memuat ketentuan
tentang asuransi sosial dengan sistem Aqilah. Dalam pasal 3 Konstitusi Madinah:
Rasul SAW membuat ketentuan mengenai penyelamatan jiwa para tawanan, yang
menyatakan bahwa jika tawanan yang
tertahan oleh musuh karena perang harus
membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskan yang ditawan. Konstitusi
tersebut merupakan bentuk lain dari asuransi sosial
“Imigran diantara
Quraish harus bertanggung jawab untuk membebaskan tawanan dengan cara membayar
mereka tebusan supaya kolaborasi yang saling menguntungkan di antara
orang-orang yang percaya sejalan dengan prinsip kebaikan dan keadilan”.
Beberapa konsep, selain
al Aqilah yang terdapat dalam literature fiqh klasik yang dapat dijadikan dasar
dalam menelusuri konsep at-Ta`min (asuransi) yang berdasarkan syariat Islam,
misalnya: Al-Muwalat, At-Tanahud, Al-`Umra, dan sebagainya akan dibahas secara
khusus pada Bab III.
Sumber: Dikutip dari
buku Muhammad Syakir Sula, “Asuransi Syariah (Life and General) – Konsep dan
Sistem Operasional”, Penerbit Gema
Insani, Jakarta, 2004, Bab II, hal 30-32.
[1] Thomas Patrick.
Dalam M.M.Billah. Principles And Practices Of Takaful And Insurance Compared,
International Islamic
University. Malaysia, 2001, hal 4
[2] Muhammad Muhsin
Khan, Dr. the Translation Of The Meanings Of Shahih Bukhari. Lahore. Pakistan.
1979.
Dalam M.M. Billah.
Ibid, hal 3-4.
[3] Ahmad Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Fathul Bari, vol 12. Nashrul Kutub Islamiyah. Lahore. Pakistan.
1981, hal 296.
[4] Shahih Bukhari.
Kitab Al-Diyat. Bairut, hal 193.
[5] Murtadha Mutahhari.
Asuransi Dan Riba (terjemahan). 1995. Pustaka Hidayah, hal 312
[6] Mohd Ma`sum Billah.
Principles & Practices Of Takaful And Insurance Compared. International
Islamic University
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !