Pengertian
Asuransi Syariah (At-Ta’min)
(Sumber:
www.salingmelindungi.com)
Pengertian Asuransi (at-Ta`min)
1. Pengertian Asuransi (Konvensional)
Kata “asuransi” berasal
dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda
disebut Verzekering yang
artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantiekemudian timbul
istilah assuradeur bagi penanggung,dan geassureerde bagi
tertanggung[1].
Banyak definisi tentang
asuransi (konvensional), menurut Robert I. Mehr [2]asuransi adalah A device for
reducing risk by combining a sufficient number of exposure units to make
their individual losses collectively predictable. The predictable loss is then
shared by or distributed proportionately among all units in the combination (Suatu
alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang
beresiko agar kerugian individu secara kolektive dapat diprediksi. Kerugian
yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara
proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut)
Mark R. Greene[3] mendefenisikan asuransi sebagai An
economic institution that reduces risk by combining under one management
and group of objects so situated that the aggregate accidental losses to which
the group is subject become predictable within narrow limits. ( Institusi
ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan dibawah satu menegemen dan
kelompok obyek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang
mana diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang
lebih kecil).Sedangkan C Arthur Williams Jr. dan Richard M. Heins[4], melihat asuransi dari dua sudut pandang,
pertama adalah Insurance is the protection against financial loss
by aninsurer (Asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh
penanggung), sedangkan kedua adalah Insurance is a device by
means of which the risks of two or more persons or firms are combined through
actual or promised contributions to a fund out of which claimants
are paid (Asuransi adalah alat yang mana resiko dua orang atau lebih
atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau
yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim)
Definisi asuransi
sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang
ekonomi, hukum, bisnis, sosial, ataupun berdasarkan pengertian matematika. Itu
berarti bisa lima definisi bagi asuransi.Tidak ada satu definisi yang bisa
memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang
unik, yang didalamnya terdapat kelima aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi,
hukum, sosial, bisnis, dan aspek matematika[5].
Secara baku, definisi
asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesi
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian[6]: “Asuransi atau Pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”. Sedangkan ruang lingkup Usaha Asuransi,
yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui
pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat
pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu
peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
2. Pengertian Asuransi (Syari`ah)
Dalam bahasa Arab
Asuransi disebut at-ta`min, penanggung disebut mu`ammin,
sedangkan tertanggung disebut mu`amman lahu atau musta`min [7]. At-Ta`mindiambil dari kata amana memiliki
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut[8], sebagaimana firman Allah:
üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
“Yang telah memberi
makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan” (QS. Quraisy,106:4).
Dari kata tersebut
muncul kata-kata yang berdekatan seperti[9]:
( al-amanatu
minal khaufi ) : aman dari rasa takut
( al-amanatu
dhiddal khiyanah ) : amanah lawan dari khianat
( al-imanu
dhiddal kufur ) : iman lawan dari kufur
( i’thoul
amanah/al-amana ) : memberi rasa aman
Dari arti terakhir
diatas, dianggap paling tepat untuk mendefinisikan istilah At-Ta`min,
yaitu:
“Men-ta`min-kan
sesuatu, artinya adalah: seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar
ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah
disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang,
dikatakan “seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya
atau mobilnya”[10]
Ada tujuan dalam Islam
yang menjadi kebutuhan mendasar yaitu al kifayah(kecukupan) dan al
amnu (keamanan). Sebagaimana firman Allah swt: “…Dialah Allah yang
mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga sebagian masyarakat menilai bahwa
bebas dari lapar merupakan bentuk keamanan, mereka menyebutnya dengan al
amnu al qidza`I (aman komsumsi). Dari prinsip tersebut Islam
mengarahkan kepada ummatnya untuk mencari rasa aman baik untuk dirinya sendiri
dimasa mendatang atau untuk keluarganya sebagaimana nasehat Rasul kepada Sa`ad
bin Abi Waqash[11] agar mensedekahkan sepertiga
hartanya saja selebihnya ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak
menjadi beban masyarakat[12]
Al-Fanjari
mengartikan tadhamun, takaful, at-ta`min atau asuransi
syariah dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial.
Ia juga membagi ta`min ke dalam tiga bagian, yaitu ta`min at-taawuniy,
ta`min al tijari, dan ta`min al hukumiy[13]
Menurut Mushtafa Ahmad
Zarqa [14], makna asuransi secara istilah adalah
kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada
intinya,asuransi adalah cara atau metoda untuk memelihara manusia dalam
menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam
hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktifitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan [15], mengatakan Asuransi adalah sikap ta`awun yang
telah diatur dengan sistem yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia,
semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka
mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi
peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing
masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi
kerugian-kerugian yang dialami oleh perserta yang tertimpa musibah. Dengan
demikian asuransi adalah ta`awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam
berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta`awun mereka saling membantu antara
sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.
Dalam bukunya `Aqdu
at-Ta`min wa Mauqifu asy-Syari`ah al Islamiayah Minhu[16], az Zarqa juga mengatakan, sistem
asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum (syariah) adalah sebuah sistem
ta`awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa
atau musibah-musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan
cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah. Pengganti tersebut
diambil dari kumpulan premi-premi mereka. Mereka (para ulama ahli syariah)
mengatakan bahwa dalam penetapan semua hukum yang berkaitan dengan kehidupan
sosial dan ekonomi, Islam bertujuan agar suatu masyarakat hidup berdasarkan
atas asas saling menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.
Dengan demikian maka
asuransi dilihat dari segi teori dan sistem, tanpa melihat sarana atau
cara-cara kerja dalam merealisasikan sistem dan mempraktekkan teorinya, sangat
relevan dengan tujuan-tujuan umum syariah dan diserukan oleh dalil-dalil
juz`inya. Dikatakan demikian karena asuransi dalam arti tersebut adalah sebuah
gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem
yang sangat rapih, antara sejumlah besar manusia, tujuannya adalah
menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang
menimpa sebagian mereka, dan jalan yang mereka tempuh adalah dengan memberikan
sedikit pemberian (derma) dari masing-masing individu.
Asuransi dalam pengertian ini dibolehkan,
tanpa ada perbedaan pendapat. Tetapi perbedaan pendapat timbul dalam sebagian
sarana-sarana kerja yang berusaha merealisasikan dan mengaplikasikan teori dan
sistem tersebut, yaitu akad-akad asuransi yang dilangsungkan oleh para
tertanggung bersama perseroan-perseroan asuransi.[17]
Dewan Syariah Nasional
(DSN-MUI)[18] dalam fatwanya tentang pedoman umum
asuransi syariah, memberi defenisi tentang asuransi sebagai berikut: Asuransi
syariah (Ta`min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk asset dan atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dari definisi diatas
nampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong
yang disebut dengan “ta`awun”, yaitu prinsip hidup saling
melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama
anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (resiko)[19].
Oleh sebab itu, premi
pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang
terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru`. Dana Tabungan adalah dana
titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan mendapat
alokasi bagi hasil (al mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang
diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan
dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim,
baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. SedangkanTabarru` adalah
derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi
jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi
(life maupun general insurance).
Sumber:
Dikutib dari buku Muhammad Syakir Sula, “Asuransi Syariah (Life and General) –
Konsep dan Sistem Operasional”, Penerbit Gema Insani, Jakarta, 2004, Bab
II, hal 26-30.
[1] Ali Yafie,KH, Asuransi Dalam
Pandangan Syariat Islam,Menggagas Fiqih Sosial,Penerbit Mizan, Bandung, 1994,
hal 205-206. Lihat juga Emmy P Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, UGM,
Yogyakarta, 1982, hal 7
[2] Robert I Mehr, Life Insurance Theory
And Practice, 1985,Business Publication Inc. hal.
[3] Mark R. Greene, Life And Health
Insurance Companies As Financial Institutions,1984,LOMA,hal.
[4] C. Arthur Williams Jr. and Richard M.
Heins, Risk Management and Insurance, fifth edition, 1987, Mc.
Graw-Hill Book Company,
hal. 214-215.
[5] Herman Darmadi, Manajemen Asuransi,
2000, Bumi Aksara, Jakarta, hal 2-3.
[6] Dewan Asuransi Indonesia,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Dan Peraturan
Pelaksanaan Tentang
Usaha Perasuransian, Edisi 2003, DAI, hal 2-3
[7] Jubran Ma`ud,Al Ra`id, Mu`jam Lughawy
`Ashry, Bairut,Dar Al`Islami Li Al Malayin, t.t, jilid I,h.30
[8] Salim Segaf Al Jufri, Ar Riba wa
Adhraruhu alal Mujtama` Al Islami, 1400 H, hal 219
[9] Latif Abdul Mahmud Al Mahmud, At
Ta`min Al Ijtima`I Fi Dhanu`I As Syari`ah Al Islamiyah, Dar An Nafais, Bairut,
1994, hal 25, saya kutip dari Ahmadi Sukarno, Asuransi Islam Dalam Tinjauan
Sejarah Dan perspektif Ulama, Pasca Sarjana UIN, 2003, hal 9
[10] Majma`ul Lughah Al Arabiyah, Al
Mu`jam Al Wasit, Mesir, 1960, hal 27-28
[11] Abdul Baqi, Muhammad Fuad, Al Lu`lu`
wal Marjan. Hal:2/471, hadits:1053
[12] www.Qarodowi.net
[13] Al-Fanjari, Muhammad Syauqi, Al
Islam wa al Ta`min, Riyadh, 1994, hal 23
[14] Mushthofa Ahmad Zarqa, Al Ightishodi
Al Islamiyah – Nidzomutta`min …..,Bairut,Dar al Fikr,1968
[15] Husain Hamid Hisan, Hukmu
Asy-syarii`ah Al Islamiyyah Fii `Uquudi At-Ta`miin, Daru Al I`tisham, Kairo,
hal 2
[16] Dikutip dari Husain Hamid Hisan,
Ibid hal 3
[17] Husain Hamid Hisan, Ibid hal 4
[18] Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
[19] Huzaemah T. Yanggo, Asuransi Hukum
dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI Tahun VII No 12-2003, halaman 23
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !