BAB II
PEMBAHASAN
‘Umar bin ‘Abdul aziz (wafat 101 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Hafzah
bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil ash bin Umayyah al-Quraisy,
seorang tabi’in besar dan salah seorang dari Khalifah yang Rasyidin, Ia sebagai
kepala Negara yang adil dan seorang ulama yang kamil.Ia dilahirkan di Mesir di
negeri Halwan pada waktu ayahnya menjadi Amir disitu pada tahun 61 H.Semasa
kecil ia telah hapal al-Qura’an, kemudian ia dikirim ke Madinah oleh ayahnya
untuk belajar.
Ia belajar al-Qur’an dari Ubaidullah
bin Abdullah bin Utbah bin Ibnu Mas’ud. Setelah ayahnya meninggal, paman Abdul
Malik bin Marwan memintanya dating ke Damaskus, lalu dikawinkan dengan seorang
putrinya yang bernama Fatimah. Kemudian beliau diangkat menjadi gubernur di
Madinah dimasa pemerintahan Khalifah al-Walid. Pada tahun 93 H lalu beliau
kembali ke Syam dan kemudian pada tahun 99 H beliau diangkat menjadi Khalifah.
Umar bin Abdul Aziz menerima hadist
dari anas, as Sa’ib bin Yasid, Yusuf bin Abdullah bin Salam. Khalulah binti
Hakim dan dari sahabat lainnya.Ia juga menerima hadits dari tokoh tokoh Tabi’in
seperti Ibnul Musayyab, ‘Urwah, Abu Bakar bin Abdurahman dan yang lainnya. Hadits-hadits
beliau di terima oleh para Tabi’in diantaranya adalah Abu Salamah bin
Abdurahman, Abu Bakar Muhammad bin Amr bin HAzm, az-Zuhry, Muhammad bin
al-Munkadir, Humaid ar-Thawil dan lain lain.
Seluruh Ulama berpendirian
menetapkan bahwa Umar bin Abdul Aziz ini adalah seorang yang banyak Ilmu,
Shalih, Zuhud dan Adil. Ia banyak memberikan perkembangan hadits , baik secara
hapalan maupun secara pendewanan, maka takala ia menjadi Khalifah, ia
memerintahkan kepada ulama ulama daerah supaya menulis hadits hadits yang ada
didaerah mereka masing masing, lalu meriwayatkan hadist agar tidak hilang
dengan meninggalnya para ulama tabi’in tersebut.
Umar bin Abdul Aziz ini merupakan
permulaan Khalifah yang memberikan perhatian kepada hal hal yang demikian itu.
Beliau disamakan dengan az-Zuhry tentang ke ‘Alimannya.Mujahid berkata,”Kami
mendatanginya, dan kami tidak meninggalkannya sebelum kami belajar dari padanya”.
Ia wafat pada tahun 101 H[1]
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin
Muslim bin Abdullah, alim dan ahli fiqh. Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku
belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni dari pada az-Zuhri,
kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari pada
dia, bila dia berbicara tentang sunnah dan al-Qur’an pembicaraanya lengkap“.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam,
reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz
dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id
bin Al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia
wafat.
Ia membukukan banyak hadits yang dia
himpun. Berkata Shalih bin Kisan:” Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia
berkata: mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi
wassalam, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang
berasal dari Sahabat”, dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku
gagal”. Kekuatan hapalan dan kecermatan az-Zuhri dapat disimak oleh Hisyam
bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang
anaknya, dan az-Zuhri ternyata mampu mendiktekan 400 hadits.
Setelah keluar dari rumah Hisyam dan
kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih
ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu
itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil Juru tulis az-Zuhri
mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,. Kecermatan
dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya
dengan berkata :”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya
terhadap hadits melebihi az-Zuhri”. Az-Zuhri memang selalu berusaha keras
untuk meriwayatkan hadits.
Az-Zuhri meriwayatkan hadits
bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Shal bin Sa’ad, Urwah
bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat riwayat yang
mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa
lainnya. Imam bukhari berpendapat bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih
adalah az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah
menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Ali bin
Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”. Ia wafat di Sya’bad
pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun 125 H.[2]
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim dijuluki dengan Abu Abdillah. Ia lahir pada hari jum’at, 13
syawal di pada tahun 194 H di Bukhara. Semua Ulama, baik dari gurunya maupun
dari sahabatnya memuji dan mengakui ketinggian ilmunya, Ia seorang Imam yang
tidak tercela hapalan haditsnya dan kecermatannya. Ia mulai menghapal hadits
ketika umurnya belum mencapai 10 tahun, ia mencatat dari seribu guru lebih, ia
hapal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits tidak shahih. Dia telah
mengahafal banyak kitab ulama awal terkemuka, seperti Ibn al-Mubarak, Waki’ dan
sebagainya.
Ia tidak berhenti pada menghafal
hadis dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari biografi periwayat yang ambil
bagian dalam periwayatan suatu hadis, tanggal kelahirannya dan wafat mereka,
tempat lahir mereka, dan sebagainya. Ia tinggal di hijaz selama 6 tahun untuk
belajar hadis, dan melakukan perjalanan ke Baghdad 8 kali. Ketika pada suatu
hari ulama berkumpul untuk menguji hafalannya yang terkenal itu, mereka
menunjuk 10 orang , masing-masing membacakan 10 hadis. Mereka semua mengganti
isnad dan memasangkannya dengan matan lain.
Satu demi satu mulai membacakan
hadis seraya menanyakan apakah ia mengetahuinya. Langsung ia menjawab, “Asing
bagi saya”. Mereka yang mengetahui bahwa itu hanya ujian terhadap Bukhari
memang berpendapat bahwa pengetahuan Bukhari sangat kurang dan hafalannya
sangat buruk. Setelah pertanyaan berakhir, ia menerangkan secara sistematis
isnad mana yang menjadi milik suatu matan.[3]
Bukhari telah banyak dalam menulis
sebuah karya, karya beliau yang paling terkenal adalah as-Shahih. Judul lengkapnya, al-Jami’;
al-musnad ash-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah wa Sunanih wa Ayyamih.
Ia menghabiskan enam belas tahun untuk
menyusun kitab ini yang beliau dengar dari 70.000 perawi melalui
penelitian yang tekun dan berhati-hati kemudian diajukan ke hadapan
guru-gurunya, diantaranya Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, Ali Al-Madani, dan
lain-lain.[4]
Imam Muslim (wafat 271 H)
Nama Lengkapnya adalah Abul Husain
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (Bani Qusyair adalah sebuah kabilah
Arab yang cukup dikenal) an-Naisaburi. Seorang imam besar dan penghapal hadits
yang ternama. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Para ulama sepakat atas
keimamannya dalam hadits dan kedalaman pengetahuannya tentang periwayatan
hadits. Ia mempelajari hadits sejak kecil dan bepergian untuk mencarinya
keberbagai kota besar. Di Khurasan ia mendenganr hadits dari Yahya bin Yahya,
Ishaq bin Rahawaih dan lain lain. Di Ray ia mendengar dari Muhammad bin Mahran,
Abu Ghassan dan lainnya,
Di Hijaz ia mendengar hadits dari
Sa’id bin Manshur, Abu Mash’ab dan lainnya, Di Iraq ia mendengar dari Ahmad bin
Hanbal, Abdullah bin Muslimah dan lainnya, Di Mesir ia mendengar hadits dari
Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahyah dan beberapa lainnya. Lantaran hubungan mempelajari
hadits al-Bukhari, ia meninggalkan guru gurunya seperti: Muhammad ibn Yahya adz
Dzuhaly. Adapun yang meriwayatkan darinya diantaranya: At Tirmidzi, Abu Hatim,
ar Razi, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin
Mukhallad, Abu Awanah Ya’kub bin Ishaq al Isfira’ini, Muhammad bin Abdul Wahab
al-Farra’, Ali bin Husain bin Muhammad bin Sufyan, yang terakhir ini adalah
perawi Shahih Muslim.
Banyak sekali ulama hadits
memujinya, Ahmad bin Salama berkata:” Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukan
Muslim atas orang lain dalam bidang mengetahui hadits shahih.”. Imam Muslim
banyak menulis kitab diantaranya:kitab Shahihnya, kitab Al-Ilal, kitab Auham
al-Muhadditsin, kitab Man Laisa lahu illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat
at-Tabi’in, kitab Al Mukhadlramin, kitab Al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma’ ar-Rijal
dan kitab Al-Jami’ al-Kabir ‘alal abwab. Bersama Shahih Bukhari, Shahih Muslim
merupakan kitab paling shahih sesudah Al-Quran. Umat menyebut kedua kitab
shahih tersebut dengan baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa diantara kedua
kitabnya, kitab Al-Bukhari lebih Shahih.
Imam Muslim sangat bangga dengan
kitab shahihnya, mengingat jerih payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya.
Ia meyusunnya dari 300.000 hadits yang ia dengar, oleh karena itu ia berkata:”
Andaikata para ahli hadits selama 200 tahun menulis hadits, maka porosnya
adalah al-Musnad ini (yakni kitab shahihnya)”. Ia wafat di Naisabur pada tahun
271 H dalam usia 55 tahun.[5]
Imam al-Ramahurmuzi (wafat 360 H)
Dalam disiplin ilmu Hadis, perkembangan ini ditandai dengan
lahirnya karya al-Qadli Abu Muhammad bin al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalan
bin al-Ramahurmuzi (w. 360 H), Al-Muhaddis al-Fashil baina al-Rawi wa al-Wa’i,
yang memuat beberapa cabang penting dari ilmu Hadis. Namun upayanya itu belum
maksimal, karena masih banyak cabang penting lainnya dalam ilmu Hadis yang
belum diapresiasi dalam karya itu. Meski demikian, al-Ramahurmuzi diakui
sebagai orang pertama yang menyusun kitab ilmu Hadis dengan ketercakupan
pembahasan yang cukup memadai. Dan karyanya itu memang sebuah terobosan baru
dalam dunia ilmu Hadis dan paling menonjol di antara karya-karya yang ada pada
masanya. Kemudian
setelah itu, satu persatu ulama mulai mulakukan modifikasi secara terpisah
terhadap ilmu hadîts dirâyah.
Pola kajian Hadis yang ada mulai al-Ramahurmuzi sampai al-Miyanzi
tampaknya tak jauh berbeda dengan perkembangan yang terjadi pada masa-masa
awal. Dalam bahasa yang sederhana dapat digambarkan bahwa grafiknya masih
datar, tidak ada peningkatan juga tidak terjadi penurunan. Sorotan kajiannya
masih berkutat pada bagaimana memahami suatu Hadis, memilah mana Hadis yang
shahih dan mana yang saqim, dan mulai ada sedikit perbincangan mengenai munkir
al-sunnah.[6]
BAB III
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi,telah bisa kita teliti bahwa para ulama-ulama hadits yang
sangat berperan penting dalam kemajuan ilmu hadits, mereka dari berbagai
daerah, dari berbagai kota, yang dari kecil telah mendalami ilmu hadits dan
menghafalnya terutama dan ilmu-ilmu yang menyangkut segala aspek yang sangat
berpengaruh dalam keutuhan hadits yang mereka dapatkan. Mereka adalah
orang-orang yang dipilih oleh allah dalam menjalankan perkataan, perbuatan nabi
Muhammad SAW, tidak kenal lelah dalam
mencari hadits-hadits nabi, sehingga sampai beribu-ribu guru yang mereka
datangi untuk mencari sebuah hadits yang mereka dapat dari sahabat-sahabat nabi
dan tabi’in-tabi’in yang beredar di berbagai daerah di benua eropa.
PENUTUP
Akhirnya kami tuturkan ucapan terima kasih atas perhatian dan
kesempatannya, sehingga dapat ikut serta dalam mengupas tuntas beografi para
ulama hadits yang sangat terkemuka ini, mohon maaf bila sebelumnya makalah ini
banyak kekurangan dan kekhilafannya, karena kesempurnaan itu hanyalah milik
Allah semata. Dan terima kasih sebesar-besarnya atas kritik dan saran yang
telah diberikan kepada kami selaku pemakalah. Semoga Allah memberikan hidayah
kepada kita semua agar senantiasa diberikan ke pahaman dalam mengikuti
persentasi-persentasi yang selalu kita laksanakan. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Thahan,Mahmud.2010.ilmu hadits peraktis.Bogor:Pustaka
Thariqul Izzah
Khon majid, Abdul.2009.ulumul hadits.jakarta:Pustaka Amzah
Azmi, M.2003.memahami ilmu hadits.jakarta:Penerbit Lentera
www.Google.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !