Headlines News :
Home » » Biografi Perawi Hadist

Biografi Perawi Hadist

Written By Unknown on Senin, 21 Januari 2013 | 09.22



BAB II
PEMBAHASAN
‘Umar bin ‘Abdul aziz (wafat 101 H)
            Nama sebenarnya adalah Abu Hafzah bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil ash bin Umayyah al-Quraisy, seorang tabi’in besar dan salah seorang dari Khalifah yang Rasyidin, Ia sebagai kepala Negara yang adil dan seorang ulama yang kamil.Ia dilahirkan di Mesir di negeri Halwan pada waktu ayahnya menjadi Amir disitu pada tahun 61 H.Semasa kecil ia telah hapal al-Qura’an, kemudian ia dikirim ke Madinah oleh ayahnya untuk belajar.
            Ia belajar al-Qur’an dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Ibnu Mas’ud. Setelah ayahnya meninggal, paman Abdul Malik bin Marwan memintanya dating ke Damaskus, lalu dikawinkan dengan seorang putrinya yang bernama Fatimah. Kemudian beliau diangkat menjadi gubernur di Madinah dimasa pemerintahan Khalifah al-Walid. Pada tahun 93 H lalu beliau kembali ke Syam dan kemudian pada tahun 99 H beliau diangkat menjadi Khalifah.
            Umar bin Abdul Aziz menerima hadist dari anas, as Sa’ib bin Yasid, Yusuf bin Abdullah bin Salam. Khalulah binti Hakim dan dari sahabat lainnya.Ia juga menerima hadits dari tokoh tokoh Tabi’in seperti Ibnul Musayyab, ‘Urwah, Abu Bakar bin Abdurahman dan yang lainnya. Hadits-hadits beliau di terima oleh para Tabi’in diantaranya adalah Abu Salamah bin Abdurahman, Abu Bakar Muhammad bin Amr bin HAzm, az-Zuhry, Muhammad bin al-Munkadir, Humaid ar-Thawil dan lain lain.
            Seluruh Ulama berpendirian menetapkan bahwa Umar bin Abdul Aziz ini adalah seorang yang banyak Ilmu, Shalih, Zuhud dan Adil. Ia banyak memberikan perkembangan hadits , baik secara hapalan maupun secara pendewanan, maka takala ia menjadi Khalifah, ia memerintahkan kepada ulama ulama daerah supaya menulis hadits hadits yang ada didaerah mereka masing masing, lalu meriwayatkan hadist agar tidak hilang dengan meninggalnya para ulama tabi’in tersebut.
            Umar bin Abdul Aziz ini merupakan permulaan Khalifah yang memberikan perhatian kepada hal hal yang demikian itu. Beliau disamakan dengan az-Zuhry tentang ke ‘Alimannya.Mujahid berkata,”Kami mendatanginya, dan kami tidak meninggalkannya sebelum kami belajar dari padanya”. Ia wafat pada tahun 101 H[1]

            Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Abdullah, alim dan ahli fiqh. Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari pada dia, bila dia berbicara tentang sunnah dan al-Qur’an pembicaraanya lengkap“. Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam. Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat.
            Ia membukukan banyak hadits yang dia himpun. Berkata Shalih bin Kisan:” Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia berkata: mari kita tulis apa yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku gagal”. Kekuatan hapalan dan kecermatan az-Zuhri dapat disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata mampu mendiktekan 400 hadits.
            Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang “, kali ini dengan memanggil Juru tulis az-Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,. Kecermatan dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya dengan berkata :”Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”. Az-Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits.
            Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Shal bin Sa’ad, Urwah bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat riwayat yang mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya. Imam bukhari berpendapat bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”. Ia wafat di Sya’bad pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun 125 H.[2]

            Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim dijuluki dengan Abu Abdillah. Ia lahir pada hari jum’at, 13 syawal di pada tahun 194 H di Bukhara. Semua Ulama, baik dari gurunya maupun dari sahabatnya memuji dan mengakui ketinggian ilmunya, Ia seorang Imam yang tidak tercela hapalan haditsnya dan kecermatannya. Ia mulai menghapal hadits ketika umurnya belum mencapai 10 tahun, ia mencatat dari seribu guru lebih, ia hapal 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits tidak shahih. Dia telah mengahafal banyak kitab ulama awal terkemuka, seperti Ibn al-Mubarak, Waki’ dan sebagainya.
            Ia tidak berhenti pada menghafal hadis dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari biografi periwayat yang ambil bagian dalam periwayatan suatu hadis, tanggal kelahirannya dan wafat mereka, tempat lahir mereka, dan sebagainya. Ia tinggal di hijaz selama 6 tahun untuk belajar hadis, dan melakukan perjalanan ke Baghdad 8 kali. Ketika pada suatu hari ulama berkumpul untuk menguji hafalannya yang terkenal itu, mereka menunjuk 10 orang , masing-masing membacakan 10 hadis. Mereka semua mengganti isnad dan memasangkannya dengan matan lain.
            Satu demi satu mulai membacakan hadis seraya menanyakan apakah ia mengetahuinya. Langsung ia menjawab, “Asing bagi saya”. Mereka yang mengetahui bahwa itu hanya ujian terhadap Bukhari memang berpendapat bahwa pengetahuan Bukhari sangat kurang dan hafalannya sangat buruk. Setelah pertanyaan berakhir, ia menerangkan secara sistematis isnad mana yang menjadi milik suatu matan.[3]
            Bukhari telah banyak dalam menulis sebuah karya, karya beliau yang paling terkenal adalah as-Shahih. Judul lengkapnya, al-Jami’; al-musnad ash-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah wa Sunanih wa Ayyamih. Ia menghabiskan enam belas tahun untuk  menyusun kitab ini yang beliau dengar dari 70.000 perawi melalui penelitian yang tekun dan berhati-hati kemudian diajukan ke hadapan guru-gurunya, diantaranya Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, Ali Al-Madani, dan lain-lain.[4]

Imam Muslim (wafat 271 H)
            Nama Lengkapnya adalah Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (Bani Qusyair adalah sebuah kabilah Arab yang cukup dikenal) an-Naisaburi. Seorang imam besar dan penghapal hadits yang ternama. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Para ulama sepakat atas keimamannya dalam hadits dan kedalaman pengetahuannya tentang periwayatan hadits. Ia mempelajari hadits sejak kecil dan bepergian untuk mencarinya keberbagai kota besar. Di Khurasan ia mendenganr hadits dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih dan lain lain. Di Ray ia mendengar dari Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan dan lainnya,
            Di Hijaz ia mendengar hadits dari Sa’id bin Manshur, Abu Mash’ab dan lainnya, Di Iraq ia mendengar dari Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Muslimah dan lainnya, Di Mesir ia mendengar hadits dari Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahyah dan beberapa lainnya. Lantaran hubungan mempelajari hadits al-Bukhari, ia meninggalkan guru gurunya seperti: Muhammad ibn Yahya adz Dzuhaly. Adapun yang meriwayatkan darinya diantaranya: At Tirmidzi, Abu Hatim, ar Razi, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mukhallad, Abu Awanah Ya’kub bin Ishaq al Isfira’ini, Muhammad bin Abdul Wahab al-Farra’, Ali bin Husain bin Muhammad bin Sufyan, yang terakhir ini adalah perawi Shahih Muslim.
            Banyak sekali ulama hadits memujinya, Ahmad bin Salama berkata:” Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukan Muslim atas orang lain dalam bidang mengetahui hadits shahih.”. Imam Muslim banyak menulis kitab diantaranya:kitab Shahihnya, kitab Al-Ilal, kitab Auham al-Muhadditsin, kitab Man Laisa lahu illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat at-Tabi’in, kitab Al Mukhadlramin, kitab Al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma’ ar-Rijal dan kitab Al-Jami’ al-Kabir ‘alal abwab. Bersama Shahih Bukhari, Shahih Muslim merupakan kitab paling shahih sesudah Al-Quran. Umat menyebut kedua kitab shahih tersebut dengan baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa diantara kedua kitabnya, kitab Al-Bukhari lebih Shahih.
            Imam Muslim sangat bangga dengan kitab shahihnya, mengingat jerih payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya. Ia meyusunnya dari 300.000 hadits yang ia dengar, oleh karena itu ia berkata:” Andaikata para ahli hadits selama 200 tahun menulis hadits, maka porosnya adalah al-Musnad ini (yakni kitab shahihnya)”. Ia wafat di Naisabur pada tahun 271 H dalam usia 55 tahun.[5]

Imam al-Ramahurmuzi (wafat 360 H)
Dalam disiplin ilmu Hadis, perkembangan ini ditandai dengan lahirnya karya al-Qadli Abu Muhammad bin al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalan bin al-Ramahurmuzi (w. 360 H), Al-Muhaddis al-Fashil baina al-Rawi wa al-Wa’i, yang memuat beberapa cabang penting dari ilmu Hadis. Namun upayanya itu belum maksimal, karena masih banyak cabang penting lainnya dalam ilmu Hadis yang belum diapresiasi dalam karya itu. Meski demikian, al-Ramahurmuzi diakui sebagai orang pertama yang menyusun kitab ilmu Hadis dengan ketercakupan pembahasan yang cukup memadai. Dan karyanya itu memang sebuah terobosan baru dalam dunia ilmu Hadis dan paling menonjol di antara karya-karya yang ada pada masanya. Kemudian setelah itu, satu persatu ulama mulai mulakukan modifikasi secara terpisah terhadap ilmu hadîts dirâyah.  
Pola kajian Hadis yang ada mulai al-Ramahurmuzi sampai al-Miyanzi tampaknya tak jauh berbeda dengan perkembangan yang terjadi pada masa-masa awal. Dalam bahasa yang sederhana dapat digambarkan bahwa grafiknya masih datar, tidak ada peningkatan juga tidak terjadi penurunan. Sorotan kajiannya masih berkutat pada bagaimana memahami suatu Hadis, memilah mana Hadis yang shahih dan mana yang saqim, dan mulai ada sedikit perbincangan mengenai munkir al-sunnah.[6]

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi,telah bisa kita teliti bahwa para ulama-ulama hadits yang sangat berperan penting dalam kemajuan ilmu hadits, mereka dari berbagai daerah, dari berbagai kota, yang dari kecil telah mendalami ilmu hadits dan menghafalnya terutama dan ilmu-ilmu yang menyangkut segala aspek yang sangat berpengaruh dalam keutuhan hadits yang mereka dapatkan. Mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh allah dalam menjalankan perkataan, perbuatan nabi Muhammad SAW, tidak  kenal lelah dalam mencari hadits-hadits nabi, sehingga sampai beribu-ribu guru yang mereka datangi untuk mencari sebuah hadits yang mereka dapat dari sahabat-sahabat nabi dan tabi’in-tabi’in yang beredar di berbagai daerah di benua eropa.
PENUTUP
Akhirnya kami tuturkan ucapan terima kasih atas perhatian dan kesempatannya, sehingga dapat ikut serta dalam mengupas tuntas beografi para ulama hadits yang sangat terkemuka ini, mohon maaf bila sebelumnya makalah ini banyak kekurangan dan kekhilafannya, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah semata. Dan terima kasih sebesar-besarnya atas kritik dan saran yang telah diberikan kepada kami selaku pemakalah. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua agar senantiasa diberikan ke pahaman dalam mengikuti persentasi-persentasi yang selalu kita laksanakan. Amin.






DAFTAR PUSTAKA
Thahan,Mahmud.2010.ilmu hadits peraktis.Bogor:Pustaka Thariqul Izzah
Khon majid, Abdul.2009.ulumul hadits.jakarta:Pustaka  Amzah
Azmi, M.2003.memahami ilmu hadits.jakarta:Penerbit Lentera
www.Google.com



[1] Biografi ‘Umar bin ‘Abdul “Aziz dalam Tarikh al-khulafa hlm.153
[2] Biografi az-Zuhri dalam Tahdzib at Tahdzib : Ibn Hajar Asqalani
[3] M. M. Azami, MA, Ph.D, Memahami ilmu hadis,Penerbit Lentera, Jakarta, 2003, hlm.152
[4] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, ulumul hadis, AMZAH, Jakarta, 2009, hlm.258
[5] Biografi Imam Muslim dalam Tadzkirat al-Huffadh 2/150, Tahdzib al-Asma’ An-Nawawi 10/126

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. CATATANKU - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template