Headlines News :
Home » » Maisir (Judi) Dalam Asuransi Syariah

Maisir (Judi) Dalam Asuransi Syariah

Written By Unknown on Jumat, 25 Januari 2013 | 03.42




Maisir (Judi) Dalam Asuransi Syariah
(sumber: www.syakirsula.com)

Maisir (judi/untung-untungan)
Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam al-Quran adalah kata `azlam` yang berarti praktek perjudian.

Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang mengguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu”[1]

Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, mengharapkan keuntungan semata (misalnya hanya mencoba-coba) di samping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori definisi berjudi[2]

Judi pada umumnya (maisir) dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian adalah haram di dalam Islam. Rasulullah s.a.w melarang segala bentuk bisnis yang mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi dan ramalan atau terkaan (misalnya judi) dan bukan diperoleh dari bekerja.[3]

Diriwayat oleh Abdullah bin Omar bahwa Rasulullah s.a.w. melarang berjualbeli yang disebut habal-al-habla semacam jual beli yang dipraktekkan pada zaman Jahiliyah. Dalam jual beli ini seseorang harus membayar seharga seekor unta betina yang unta tersebut belum lahir tetapi akan segera lahir sesuai jenis kelamin yang diharapkan “.[4]

“Diriwayatkan oleh beberapaa sahabat Nabi, termasuk Jabir, Abu Hurairah, Abu Said Khudri, Said bin Al Musayyib dan Rafiy bin Khadij bahwa Rasulullah s.a.w. melarang transaksi muzabanah dan muhaqalah”[5]
Kedua jenis bisnis transaksi diatas sangat merakyat pada zaman sebelum Islam. Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang sudah kering dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat dipastikan jumlahnya sedangkan buah yang segar ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di pohon. Sama halnya dengan muhaqalah yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum yang masih ada dalam bulirnya yang jumlahnya masih ditebak-tebak.

Disebabkan karena kejahatan judi itu lebih parah dari pada keuntungan yang diperolehnya, maka dalam Al-Qur`an, Allah swt sangat tegas dalam melarang  maisir (judi dan semacamnya) sebagaimana ayat berikut:

“Mereka akan bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi, katakanlah: pada keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari pada manfaatnya…” (QS. Al Baqarah 2:219)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan  syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”  (QS al-Maaidah 5:90)

Ayat di atas secara tegas menunjukkan keharaman judi. Slain judi itu rijs yang berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, social, moral, sampai budaya. Bahkan , pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, setiap perbuatan yang melawan perintah Allah SWT pasti akan mendatangkan celaka[6]

Perhatikan Firman Allah SWT selanjutnya tentang efek negatif yang dapat ditimbulkan oleh judi:
“Sesungguhnya setan itu bermaksud permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan Shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (QS. Al-Maidah, 5:91)

Karena itu merupakan perbuatan setan, maka wajar jika kemudian muncul upaya-upaya untuk menguburkan makna judi. Sebab salah satu tugas setan, yang terdiri dari jin dan manusia, adalah mengemas sesuatu yang batil (haram) dengan kemasan bisnis yang baikdan menarik,  atau dengan nama-nama yang indah, cantik, dan memiliki daya tarik, hingga tampaknya seakan-akan halal. Allah SWT berfirman:
“Dan demikianlah  kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia” (QS. Al-An`am: 112)
Juga perhatikan firman-Nya:
“Dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan keindahan apa yang selalu mereka kerjakan” (QS. Al-An`am: 43)

Rasulullah SAW juga mensinyalir perbuatan setan yang demikian itu sebagai, “Surga itu dikelilingi oleh sesuatu yang tidak menyenangkan, sedangkan mereka (setan) dikelilingi oleh sesuatu yang menyenangkan”. (HR. Bukhari – Muslim)

Dalam industri asuransi, adanya maisir atau gambling disebabkan karena adanya gharar sistem dan mekanisme pembayaran klaim. Jadi judi atau gambling terjadi illat-nya karena disana ada gharar. Prof. Mustafa Ahmad Zarqa[7] mengatakan bahwa adanya unsur gharar menimbulkan al-qumaar. Sedangkan al-qumaar sama dengan al-maisir, gambling dan perjudian. Artinya ada salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang dirugikan.

Akad judi menurut Dr. Husain Hamid Hisan [8], merupakan akad gharar, karena masing-masing pihak yang berjudi dan bertaruh tidak menentukan pada waktu akad, jumlah yang diambil atau jumlah yang ia berikan, itu bisa ditentukan nanti, tergantung pada suatu peristiwa yang tidak pasti, yaitu jika menang maka ia mengetahui jumlah yang diambil, dan jika kalah maka ia mengetahui jumlah yang ia berikan. Selanjutnya, Syaikh Hisan mengatakan tidak ada seorang pun dari para mujtahid yang mengatakan bahwa tasharrufaat (pembelanjaan-pembelanjaan) yang mengandung unsur “hura-hura, menghibur diri, dan menyia-nyiakan waktu” serta didalamnya tidak ada unsur riba dan grarar merupakan perjudian dan taruhan.Illat (sebab) keharaman judi bukan itu semua, tetapi illatnya adalah gharar, karena di dalam judi dan taruhan ada istilah “kemungkinan menang bagi satu pihak dan kemungkinan kalah bagi pihak lain”.

Mohd Fadzli Yusof[9], menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional terjadi karena didalamnya terdapat faktor gharar, beliau mengatakan: “adanya unsur al-maisir (perjudian) akibat adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang asuransi jiwa meninggal dunia, sebelum akhir periode polis asuransi, namun telah membayar sebagian preminya, maka tertanggungnya akan menerima sejumlah uang tertentu. Bagaimana cara memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang polis. Hal inilah yang dipandang sebagai al-maisir (perjudian) dalam asuransi konvensional”.

Dengan argumentasi yang hampir sama, Syafi`i Antonio [10] mengatakan bahwa unsur maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga (untuk produk tertentu) maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.

Pada kesempatan lain Syafi`i Antonio menjelaskan tentang maisir dalam asuransi konvensional sebagai berikut: Maisir adalah suatu bentuk kesepahaman antara beberapa pihak, namun ending yang dihasilkan hanya satu atau sebagian kecil saja yang diuntungkan. Sedangkan maisir (gambling/untung-untungan) dalam asuransi konvensional terjadi dalam tiga hal:
a. Ketika seorang pemegang polis mendadak kena musibah sehingga memperoleh hasil klaim, padahal baru sebentar menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi. Jika ini terjadi, nasabah diuntungkan
b. Sebaliknya jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara ia sudah membayar premi secara penua/lunas. Maka perusahaanlah yang diuntungkan.
c.  Apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan (cash value) kecuali sebagian kecil saja, bahkan uangnya dianggap hangus.[11]

Salah satu pakar asuransi dan sekaligus praktisi asuransi yang cukup ternama di Indonesia,  Muhaimin Iqbal, ACII[12] mengatakan: Unsur maisir (perjudian) sebenarnya juga tidak disetujui dalam teori dasar asuransi konvensional. Dalam ilmu asuransi (konvensional) asuransi dianggap berbeda dengan judi karena kontrak asuransi harus berdasarkan adanya kepentingan keuangan (insurable interest) dan atas kepentingan keuangan tersebut hanya dijamin terhadap resiko murni (pure risk), artinya dengan ganti rugio asuransi nasabah nasabah hanya akan dipulihkan ke kondisi financial sesaat sebelum kejadian suatu resiko (principle indemnity), nasabah tidak boleh mendapatkan keuntungan dari terjadinya suatu resiko. Di sisi lain judi tidak mengharuskan adanya insurable interest dan resiko yang diperjudikan bersifat speculative atau salah satu pihak akan untung dan lain pihak rugi. Dari perbedaan inilah maka teori dasar asuransi menganggap bahwa asuransi bukanlah judi[13]

Tapi kenyataannya lanjut Iqbal, memang di praktek sangat berbeda dengan teori. Untuk aspek maisir (perjudian) misalnya, sangat sedikit pelaku asuransi yang menerapkan teorinya dengan serius dan menghindarkan bisnisnya dari sifat yang menyerupai perjudian atau untung-untungan. Untuk menghindarkan diri dari unsur maisir (perjudian) tersebut, para pelaku asuransi tidak cukup hanya mengandalkan sisi klien harus memiliki insurable interest, dan kalau terjadi kerugian hanya diganti rugi ke kondisi sesaat sebelum kejadian (indemnity), tetapi disisi pengelolaan usaha khususnya dalam memilih portofolio resiko dan menentukan nilai premi juga harus sepadan (equitable) terhadap resiko yang dijamin. Oleh karena itulah maka di Indonesia bahkan ada peraturan yang mengharuskan suku premi asuransi dihitung berdasarkan statistic profil resiko sekurang-kurangnya 5 tahun[14].

Yang terjadi di lapangan adalah dari puluhan jenis produk asuransi (khususnya asuransi umum), hanya satu produk asuransi yaitu asuransi kebakaran yang statistiknya cukup untuk menghitung suku premi yang equitable. Selebihnya suku premi lebih banyak ditentukan oleh pengalaman dan kekuatan pasar sehingga sulit untuk meyakinkan bahwa suku premi yang dibayar oleh nasabah atau sekumpulan nasabah akan cukup untuk membayar ganti rugi nasabah yang kurang beruntung. Bahkan statistic yang memadai di asuransi kebakaran pun  sering diabaikan oleh pelaku pasar. Sikap pelaku asuransi yang tidak menghiraukan teori dasarnya sendiri inilah yang membawa praktek asuransi sangat dekat atau bahkan bercampur dengan unsur maisir (perjudian)[15].

Sumber: Dikutip dari buku,  Muhammad Syakir Sula, “Asuransi Syariah (Life and General) – Konsep dan Sistem Operasional”, Penerbit  Gema Insani, Jakarta, 2004, Bab II, hal 48-53.
[1] Rafiq al-Mishri, Al-Maisir Wal Qimar, hal 27-32
[2] Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, Vol 3, Islamic Publications, Lahore,  1974, hal 112
[3] Afzalur Rahman, Ibid, hal 113
[4] Hadits Bukhari Muslim
[5] Hadits Riwayat Bukhari, Ibn Majah Tirmidzi, Lihat misalnya Bukhari Jilid III, 215
[6] Ahamad Kursairi Suhail, Bahaya Judi, Dalam Kolom Hikmah, Republika tanggal 30 Januari 2004
[7] Mustafa Ahmad Zarqa, prof dalam A. Latif Mukhtar, Ibid, hal 131
[8] Husain Hamid Hisan, Dr. Hukmu Asy-Syari`ah Al-Islamiyah Fii Uquudi Atta`min. darul I`tisham. Kairo, hal 117-128
[9] Mohd  Fadzli Yusof. Takaful Sistem Insurans Islam. Tinggi Press. SDN BHD, hal 32
[10] Syafi`i Antonio. Op., Cit., hal 2-3
[11] Syafi`i Antonio, Bisnis Cara Rosul, Republika (setiap senin)
[12] Direktur Tehnik Asuransi Tugu Pratama, General Insurance terbesar di Indonesia, Anggota Dewan Penasehat Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI).
[13] Muhaimin Iqbal, Asuransi Setelah Fatwa Bunga Bank Riba Oleh MUI (makalah diskusi Intern AASI, 2003)
[14] Ibid
[15] Ibid
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. CATATANKU - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template